Latar Belakang
Perkembangan
Ilmu Administrasi Negara atau yang kini kita lebih akrab dengan sebutan
Administrasi Publik, mengalami maju mundur seiring dengan berjalannya waktu.
Berbagai dinamika muncul terkait perubahan dan pergeseran paradigma dalam ilmu
ini. Pengetahuan dan pemikiran mengenai Administrasi Negara tidak hanya berasal
dari sumbangan pemikiran Bapak Administrasi Negara Woodrow Wilson ataupun ahli
manajemen klasik lainnya seperti Henry Fayoll dan Frederick Taylor. Namun jauh
sebelum mereka ada, praktik-praktik Administrasi Negara justru telah lama lahir
dan diimplementasikan oleh manusia-manusia yang berasal dari peradaban kuno.
Makalah ini akan berusaha memaparkan mengenai sejarah praktik dan pemikiran
kuno Administrasi Negara dengan mengambil beberapa contoh kasus peradaban
Mesir, Cina (Tiongkok), Yunani, Romawi, Mesopotamia, Perancis, dan Babilonia.
Tujuan Penulisan
Tulisan ini
dibuat dengan tujuan untuk menjelaskan bagaimana sejarah pemikiran dan praktik
kuno Administrasi Negara (Publik).
Metode Penulisan dan Pengumpulan Data
Tulisan ini disusun dengan metode
kualitatif deskriptif yang bersifat menggambarkan serta memaparkan sebuah topik
atau bahasan dengan kasus khusus. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
dokumentasi data. Data yang dikumpul berasal dari buku teks dan artikel
internet.
PEMBAHASAN
Meskipun
literatur kuno yang langsung berkaitan dengan nama “Administrasi Publik” kurang
begitu banyak ditemukan, namun sesungguhnya cukup banyak literature yang
berkenaan dengan filsafat kenegaraan, hukum, dan politik seperti buku pemikiran
Confucius, Plato, Aristoteles, Machiavelli, de Montesquieu, Rousseau, Bonnin,
Hegel, Vivien, dan Mill yang secara tidak langsung menggambarkan telah
berkembangnya disiplin Administrasi Publik, bahkan telah ada perhatian khusus
terhadap pengembangan disiplin tersebut (Martin dalam Keban, 2008 : 29).
Melalui
analisis sejarah dapat dilacak dan diketahui bahwa kira-kira tahun 1300 SM
bangsa mesir telah mengenal Administrasi, Max webber “Mesir sebagai satu-satunya Negara paling Tua yang memiliki
Administrasi Birokratik”. Demikian juga tiongkok kuno, dapat diketahui
tentang konstitusi Chow yang dipengaruhi oleh ajaran Confucius dalam
“administrasi Pemerintahan”. Yunani (430 SM) dengan susunan kepengurusan Negara
yang demokratis, Romawi dengan “de ofiis”
dan “de Legibus”nya Marcus Tullius Cicero
dan abad 17 di perusia, Austria, Jerman, dan Prancis dengan Kameralis yang
mengembangkan Administrasi Negara, Misalnya : Sistem Pembukuan dalam hal
administrasi keuangan Negara, Markantilis (sentralisasi Ekonomi dan politik)
dan Kaum Fisiokrat yang berpengaruh selama kurun waktu1550 – 1700an.[1]
Mesir dan Mesopotamia
Jatnodiprojo (1988) melakukan periodisasi perkembangan dan
pertumbuhan administrasi menjadi 3 fase. Diantara ketiga fase tersebut maka
fase pertama (fase prasejarah) adalah fase dimana pemikiran dan praktik kuno
Administrasi Negara ini berlangsung. Fase ini berakhir pada tahun 1 tarikh
masehi dan dalam fase ini kita bisa melihat bukti dari administrasi sebagai
suatu seni ketika kita melihat adanya suatu hubungan kerjasama yang dilakukan
oleh dua orang atau lebih dalam menentukan tujuan. Bukti konkrit dari
administrasi dalam fase ini adalah adanya bangunan Piramid Cheops yang
dioperkirakan dibuat pada tahun 3000 sebelum masehi, Piramid tesebut merupakan
sebuah proyek yang luar biasa besarnya yang tidak mungkin dikerjakan oleh satu
orang saja tapi melibatkan ratusan ribu tenaga kerja, dan tentunya memerlukan
proses perencanaan, pengorganisasian, dan penggerakan serta kordinasi
kepemimpinan. Bukti lainnya adalah sistem desentralisasi dan
penggunaan staf penasehat pada 2000 tahun SM, peninggalan sejarah berupa
Paramida yang diperkirakan 100.000 orang selama 20 tahun, pekerjaan ini butuh
sistemadministrasi yang handal. Di Mesir Aspek yang
berkembang pesat ialah di bidang pemerintah militer, perpajakan, perhubungan,
pertanian dan irigasi. Max Webber, seorang sosiolog berkebangsaan Jerman yang
terkemuka pada zamannya, meyakini Mesir sebagai satu-satunya Negara yang paling
tua yang memiliki administrasi birokratik. Demikian juga di Tiongkok kuno,
dapat diketahui tentang konstitusi Chow yang dipengaruhi oleh ajaran Confucius
dalam “Administrasi Pemerintahan”. Dari Yunani (430 SM) dengan susunan
kepengurusan Negara yang demokratis. Administrasi juga nanpak pada masa
peradaban Mesopotamia, Babilonia, Tiongkok kuno, Romawi dan Yunani kuno yang
dibuktikan pada berbagai sistem seperti sistem pemerintahan, hukum, kepegawaian
dan perdagangan. melalui analisis sejarah dapat dilacak dan diketahui bahwa
pada kira-kira tahun 1300 SM, bangsa Mesir telah mengenal Administrasi.
Mesopotamia
telah menjalankan sebagian prinsip-prinsip administrasi dan manajemen terutama bidang
pemerintahan, perdagangan, komunikasi, Pengangkutan (pengangkutan sungai), dan
telah digunakannya logam sebagai alat tukar menukar, alat ukur dan hitung yang
sudah barang tentu memperlancar perdagangan. Masyarakat
Mesopotamia telah menggunakan sejenis logam sebagai alat tukar menukar yang sah
yang pada gilirannya sangat memperlancarkan jalannya kegiatan dan administrasi
perdagangan.
Yunani Kuno
Salah satu sumbangan besar peradaban Yunani kuno pada dunia
adalah pengembangan konsep tentang demokrasi. Ciri khas sistem administrasi
Yunani kuno adalah bahwa setiap orang yang memnuhi persyaratan sebagai ‘rakyat’
paling sedikit sekali dalam hidupnya harus menjadi pegawai negeri yang mengabdi
kepada negara tanpa bayaran. Dalam karya terakhir Plato berjudul
“The Laws”, Plato mengungkapkan
tentang praktek-praktek administrasi pemerintahan
Yunani Kuno. Plato membagi administrasi ke dalam tiga cabang yaitu pengawas
kota, pengawas agora, dan pengawas tempat ibadah. Ia menggambarkan bagaimana
menentukan jumlah pengawas, dan metode melakukan seleksi sebelum bekerja,
termasuk menentukan tugas dan kewajibannya, serta sangsi yang diterapkan kepada
mreka bila mereka melakukan pelanggaran. Kemudian Aristoteles dalam “Politics” dan “On the Anthenian Constitution” menambahkan satu jenis pengawas lagi
yaitu pengawas daerah pedalaman. Seperti Plato, ia juga memberikan perhatian
lebih banyak kepada metode pemilihan atau seleksi para pegawai atau pengawas
tersebut (Keban, 2008 : 29).
Babilonia
Pada masa Babilonia, telah diterapkan administrasi
dibidang pemerintahan, perdagangan, komunikasi, dan pengangkutan. Sistem administrasi
di bidang teknologi juga telah berhasil dengan adanya taman tergantung. Dalam Code Of Hammurabi dikembangkan
manajerial guide line were setforth,
pentingnya effective leader style,
dalam didirikan menara babel setinggi 650 Feet tampak Magnificient structures were erected, productionand inventory control was employed.[2]
Cina
(Tiongkok) Kuno
Dalam
peradaban Cina, kira-kira pada tahun 1100 SM cina telah menyadari perlunya
perencanaan, pengorganisasian, kepemimpinan, dan pengawasan. Salah saru
pemikiran Confucius yang kemudian disampaikan oleh murid-muridnya adalah
tentang prinsip administrasi yang baik. Di dalam prinsip tersebut Confucius
mengajarkan bahwa pelayan public harus memiliki moralitas yang baik. Pihak yang
memerintah dan anak buahnya yang melayani memiliki hubungan paternalistic yang
baik, memberikan contoh baik kepada pihak yang diperintah (Keban, 2008 : 29). Melalui
confucion dengan administrasi
kepegawaian tiongkok kuno dan Chow yang juga menjabat sebagai perdana mentri
berhasil menciptakan apa yang disebut UUD Chow. Perkembangan Administrasi di
Cina dapat dijelaskan dari urutan dinasti di bawah ini :[3]
1. Dinasti
Zhou (570 SM – 470 SM)
Ø Pemikir
: Lao Tzu
Ø Kontribusi
: Menciptakan pemikiran bahwa pemerintahan sebuah negara bergantung
pada keutamaan bahwa kesejahteraan, tetapi kesengsaraan.
Ø Bukti
: Mandat Langit.
2. Dinasti
Xia & Song (470 SM – 390 SM)
Ø Pemikir
: Mo Ti
Ø Kontribusi
:
a.
Memperkenalkan
pendekatan sistem dalam administrasi bisnis.
b.
Memperkenalkan pandangan politik sosialisme
di dunia
c.
Memberikan sumbangan berharga dalam perbaikan
adinistrasu pertanian / administrasi pada rakyat.
Ø Bukti
: Administrasi militer.
3. Dinasti
Han (219 SM – 202 SM)
Ø Pemikir
: Conficius
Ø Kontribusi
:
a.
Memberikan landasan harmonisasi
organisasi yang telah dicapai melalui kebajikan tingkat individual dan
masyarakat (memberi sumbangan pada prilaku & pengembangan organisasi.
b.
Memberi sumbangan pemikiran terhadap
figur dan administrator yang baik (dimensi nilai & prilaku)
c.
Memberi penekanan nilai, etika,
dan moral sebagai batas berprilaku pemimpin & pejabat
pemerintahan (moral lebih penting dari hukum).
Ø Bukti
: The Rules of Administration
4. Dinasti
Qin (221 SM – 206 SM)
Ø Pemikir
: Chow
Ø Konstribusi
: Administrasi Kepegawaian
Ø Bukti
: The Constitution of Chow
Romawi
Kuno
Pada
masa Romawi, dipelopori oleh Cicero dalam buku “de officiis” dan “de Legibus”
(the Law) dijelaskan tentang pemerintahan romawi yang berhasil memerintah dan
menguasai daerah yang luas dengan bagi-bagi tugas pemerintahan dalam
departemen-departemen yang disebut “Mangitrates”
yang dipimpin oleh magistrator. Disamping itu ada administrasi perhubungan, administrasi
perpajakan. Oleh deocletian, struktur
empire diorganisasi dan dibagi dalam
100 Provinsi. Organisasi militer juga menyumbang perkembangan studi administrasi,
penggunaan staf, keseragaman cara dalam pelaksanaan tugas tugas, penerapan
disiplin, bahkan pernah digunakan oleh Alexander agung, Hannibal (182 SM),
Caesar, dan Napoleon.[4]
Perancis
Kuno
Niccolo
Machiavelli dalam bukunya “The Prince”
khususnya pada bab 22 dan 23 mengungkapkan betapa pentingnya memiliki
pelayan-pelayan publik yang mampu membantu raja. Para pelayan atau pembantu
tersebut harus selalu dipuji agar produktivitas tetap tinggi. Sementara itu, de
Montesquieu dalam “The Spirit of Laws”
mengungkapkan perbedaan antara sistem hukum dan administrasi dimana sistem
administrasi lebih difokuskan kepada fungsi regulasi karena mengandalkan
pedoman-pedoman operasional, sedangkan sistem hukum lebih menekankan aturan-aturan
hukum yang berlaku (Keban, 2008 : 29 – 30).
Jean
Jacques Rousseau dalam “The Social
Contract” berpendapat bahwa ketika negara menajdi bertambah besar, beban
administrasi menajdi lebih besar pula karena harus menagih pajak dari seluruh
wilayah negara dalam rangka mendukung kegiatan administrator di berbagai
tingkatan. Fungsi koordinasi pusat menajdi lebih kompleks, dan beban
administrasi seperti ini kemudian memberi dampak negatif kepada masyarakat
karena negara seakan diperintah oleh para pegawai tata usaha (clerk) (Keban,
2008 : 30).
Dalam
bukunya “Principles d’administration
publique”, Charles-Jean Baptiste Bonnin mengungkapkan bahwa administrasi
publik merupakan subyek yang sangat penting bagi negara Perancis karena itu ia
mengusulkan prinsip-prinsip administrasi public khususnya bagi Perancis yang
mencapai 68 prinsip. Sayangnya buku ini tidak diterjemahkan ke dalam Bahasa
Inggris sehingga ketika para ahli menulis tentang prinsip-prinsip administrasi
publik di pertengahan abad 20an buku ini tidak dijadikan rujukan atau
referensi. Dalam tulisannya ia juga mengusulkan untuk melakukan training khusus
di bidang administrasi. Ia melihat politik sebagai ilmu semata sedangkan
administrasi tidak saja sebagai ilmu tapi juga sebagai seni. Dan sebagai seni,
administrasi lebih sulit dipelajari dank arena itu lebih mendesak dan lebih
penting melatih para administrator. Menurutnya, administrasi tidak saja
membutuhkan keahlian dalam menggunakan teknik-teknik tertentu tetapi juga
moralitas dalam melayani negara (Keban, 2008 : 30).
[1]
Dikutip dari http://lovehero.wordpress.com/2008/12/21/sejarah-perkembangan-ilmu-administrasi/ diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 12.00 WIB.
[2]
Dikutip dari http://halimah-stmikdw.blogspot.com/2012/06/sejarah-administrasi.html diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 09.35 WIB.
[3] Dikutip dari http://lovehero.wordpress.com/2008/12/21/sejarah-perkembangan-ilmu-administrasi/ diakses pada tanggal 17 Maret 2014
pukul 12.00 WIB.
[4]
Dikutip dari http://halimah-stmikdw.blogspot.com/2012/06/sejarah-administrasi.html
diakses pada tanggal 17 Maret 2014 pukul 09.30 WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar