Senin, 15 Juli 2013

Demokratisasi Pasca Reformasi Tidak Membawa Banyak Perubahan Bagi Kesejahteraan Rakyat


Oleh Zainal Imron Hidayat



Sumber gambar : http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://3.bp.blogspot.com/-XW_vXwKuC_M/UZIosY1mM7I/AAAAAAAAD9E/bzSAgPMrolY/s320/democracy.jpg&imgrefurl=http://www.jhobook.com/2013/05/arti-demokrasi.html&usg=__PTKs9f4F-5FYhLdulBkW8HtmNLc=&h=851&w=1029&sz=256&hl=id&start=6&sig2=B17r7JPiePCO6TDA_0EXTA&zoom=1&tbnid=IYp7tW_pQBx0yM:&tbnh=124&tbnw=150&ei=TvPjUa-FJsiGrge9v4DoDw&um=1&itbs=1&sa=X&ved=0CDQQrQMwBQ 
 
              Tulisan ini akan mencoba membahas mengenai bagaimana hubungan antara demokratisasi yang berlangsung pasca orde baru dengan kesejahteraan rakyat. Deskripsi dan pemaparan yang akan diulas dalam makalah ini akan mencoba menjawab pertanyaan apakah benar bahwa proses demokratisasi yang berlangsung pasca reformasi mampu membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Untuk itu tulisan ini akan dilengkapi dengan penjabaran mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan serta hubungannya dengan proses demokratisasi yang sedang berlangsung.
            Demokratisasi berasal dari kata demokrasi. Secara etimologis, demokrasi berasal dari kata “Demos” yang berarti rakyat atau penduduk suatu tempat, dan “Cratein / Crastos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan. Jadi, “Demos-Cratein” atau Demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahannya, kedaulatan di tangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat. Demokrasi adalah suatu wacana yang dikembangkan dengan maksud agar dapat menampung segenap aspirsi yang terdapat dalam masyarakat. Karena suatu keinginan kuat agar aspirasi yang terdapat dalam masyarakat tertampung, maka didengungkan suatu kata keramat untuk menyemangati keinginan tersebut, “Vox Populi Vox Dei, suara rakyat adalah suara Tuhan. Ungkapan keramat tadi menggambarkan kekuatan yang dimiliki oleh rakyat, manakala tidak diberikan ruang untuk sublemasi, atau kanalisasi, maka kekuatan tersebut akan berubah menjadi kekuatan yang tidak dapat dibendung [people power].
Saat ini, demokrasi telah menjadi suatu sistem pemerintahan yang paling popular dipermukaan bumi. Hampir semua negara di dunia menyatakan pemerintahannya berlandaskan demokrasi.
D
emokrasi menurut Abraham Lincoln [1863] didefinisikan secara sederhana dan cukup popular, yakni “pemerintahan dari rakyat dan untuk rakyat”.{government of the people, by people, for people). Intinya demokrasi adalah suatu tata pemerintahan dimana rakyat baik secara langsung maupun tidak, berkuasa dan berdaulat penuh. Demokrasi harus dilihat dari dua dimensi, yakni : pertama adalah dimensi subtansial, demokrasi akan dapat ditegakkan bila nilai-nilai dan budaya memungkinkan rakyat dapat memiliki kedaulatan dalam arti yang sesungguhnya. Misalnya, kebebasan dan budaya menghormati kebebasan orang lain, adanya pluralisme dan toleransi, anti kekerasan. Kedua, dimensi prosedural, demokrasi dapat ditegakkan manakala prosedur-prosedur formal memungkinkan nilai dan budaya yudikatif yang independen, adalah termasuk bagian dari aspek-aspek prosedural demokrasi. Definisi lain menyatakan sebuah demokrasi dibatasi sebagai “ government of rule by people”.

Berikut merupakan beberapa pendapat menyatakan definisi dan pengertian demokrasi :

BUNGKARNO
Demokrasi akan hidup jika negara tidak dicampuradukkan dengan agama, dan sebaliknya akan ada kerugian [demokrasi] jika keduanya dicampuradukkan.

BUNG HATTA
Demokrasi adalah sistem terbaik kerena dalam sistem ini rakyat bisa menentukan nasibnya sendiri. Demokrasi adalah pemerintahan rakyat, dimana di dalamnya berlaku hak rakyat untuk menentukan pucuk pemerintahan negeri, kota, dan desa. Karena inilah demokrasi menjadi sistem yang paling manusiawi.

GUS DUR
Bahwa demokrasi adalah :
  1. Suatu sistem dan nilai yang mendukung peradaban tinggi
  2. Melindungi mereka yang minoritas dan berpendapat berbeda dari kelompok mayoritas
  3. Mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan kekuatan bangsa
  4. Mengubah ketercerai-beraian arah masing-masing kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju arah kedewasaan, kemajuan dan integritas bangsa.

AMIEN RAIS

Bahwa demokrasi merupakan :
  1. bentuk vital dan terbaik pemerintahan yang mungkin diciptakan , dan merupakan doktrin politik luhur yang akan memberikan manfaat bagi banyak orang.
  2. sebagai system politik dan pemerinthan dianggap mempunyai akar sejarah yang panjang samapai ke zaman Yunani kuno, sehingga ia tahan bantingan zaman dan menjamin terselenggaranya suatu lingkungan politik yang stabil
  3. sistem yang paling alamiah dan manusiawi.
Sementara itu, demokratisasi adalah sebuah proses pendemokrasian, proses yang dimana prinsip-prinsip demokrasi benar-benar diterapkan di berbagai bidang terutama bidang politik dan pemerintahan. Prinsip-prinsip demokrasi yang coba diterapkan antara lain :
1)      Adanya pembagian kekuasaan
2)      Adanya pemilihan umum
3)      Adanya manajemen yang terbuka
4)      Adanya kebebasan individu
5)      Adanya peradilan yang bebas
6)      Adanya pengakuan hak minoritas
7)      Adanya pemerintahan yang berdasarkan hukum
8)      Adanya pers yang bebas
9)      Adanya beberapa partai politik
10)  Adanya musyawarah
11)  Adanya persetujuan
12)  Adanya pemerintahan yang konstitusional
13)  Adanya ketentuan tentang pendemokrasian
14)  Adanya pengawasan terhadap administrasi negara
15)  Adanya perlindungan hak asasi
16)  Adanya pemerintahan yang mayoritas
17)  Adanya persaingan keahlian
18)  Adanya mekanisme politik
19)  Adanya kebebasan kebijaksanaan negara
20)  Adanya pemerintah yang mengutamakan musyawarah

Prinsip-prinsip demokrasi yang diterapkan adalah prinsip-prinsip yang berpengaruh terhadap proses pelembagaan dan pembijaksanaan negara.

Demokrasi Dan Demokratisasi Pasca Reformasi


Sumber gambar : http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://1.bp.blogspot.com/-cZeYX1WPvx8/UXOVNBjeBXI/AAAAAAAACnY/4Zax4S4-5nc/s1600/demokrasi.jpg&imgrefurl=http://putraibtisam89.blogspot.com/2013/04/definisi-demokrasi.html&usg=__o0hcP7oG4D_t9_8hL7MgayhRACA=&h=720&w=960&sz=102&hl=id&start=5&sig2=9SiT8H_mgfVD189jviDVag&zoom=1&tbnid=WG8DWThaBrtk1M:&tbnh=111&tbnw=148&ei=TvPjUa-FJsiGrge9v4DoDw&um=1&itbs=1&sa=X&ved=0CDIQrQMwBA

            Tumbangnya orde baru membuka peluang bagi terjadinya reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia. Pengalaman Orde Baru mengajarkan kepada bangsa Indonesia bahwa pelanggaran terhadap demokrasi membawa kehancuran bagi negara dan penderitaan rakyat. Oleh karena itu, bangsa Indonesia bersepakat untuk sekali lagi melakukan demokratisasi, yakni proses pendemokrasian sistem politik Indonesia sehingga kebebasan rakyat terbentuk, kedaulatan rakyat dapat ditegakkan, dan pengawasan terhadap lembaga eksekutif dapat dilakukan oleh lembaga perwakilan rakyat dalam hal ini DPR.
            Presiden Habibie yang dilantik sebagai presiden untuk menggantikan Presiden Soeharto dapat dianggap sebagai presiden yang akan memulai langkah-langkah demokratisasi dalam Orde Reformasi. Oleh karena itu, langkah yang dilakukan pemerintahan Habibie adalah mempersiapkan pemilu dan melakukan beberapa langkah penting dalam demokratisasi. UU politik yang meliputi UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD yang baru disahkan pada awal 1999. UU politik ini jauh lebih demokratis dibandingkan dengan UU politik sebelumnya sehingga Pemilu 1999 menjadi pemilu yang demokratis yang diakui oleh dunia internasional. Pada masa pemerintahan Habibie juga terjadi demokratisasi yang tidak kalah pentingnya, yaitu penghapusan dwifungsi ABRI (sekarang TNI atau Tentara Nasional Indonesia) dihilangkan. Fungsi pertahanan menjadi fungsi satu-satunya yang dimiliki TNI semenjak reformasi internal TNI tersebut.
            Langkah terobosan yang dilakukan dalam proses demokratisasi adalah amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR hasil pemilu 1999 dalam empat tahap selama empat tahun (1999-2002). Beberapa perubahan penting dilakukan terhadap UUD 1945 agar UUD 1945 mampu menghasilkan pemerintahan yang demokratis. Peranan DPR sebagai lembaga legislatif diperkuat, semua anggota DPR dipilihdalam pemilu, pengawasan terhadap presiden diperketat, dan hak asasi manusia memperoleh jaminan yang semakin kuat. Amandemen UUD 1945 juga memperkenalkan pemilihan umum untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung (pilpres). Pemilihan presiden pertama kali dilakukan pada tahun 2004 setelah pemilihan umum untuk lembaga legislatif.
            Langkah demokratisasi berikutnya adalah pemilihan umum untuk memilih kepala daerah secara langsung (pilkada) yang diatur dalam UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. UU ini mengharuskan semua kepala daerah di seluruh Indonesia dipilih melalui pilkada mulai pertengahan tahun 2005. Semenjak itu, semua kepala daerah yang telah habis masa jabatannya harus dipilih melalui pilkada. Pilkada bertujuan untuk menjadikan pemerintah daerah lebih demokratis dengan diberikan hak bagi rakyat untuk menentukan kepala daerah. Hal ini tentu saja berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang bersifat tidak langsung karena dipilih oleh DPRD.
            Pelaksanaan pemilu legislatif dan pemilihan presiden pada tahun 2004 merupakan tonggak sejarah politik penting dalam sejarah politik Indonesia modern karena terpilihnya presiden dan wakil presiden yang didahului oleh terpilihnya anggota-anggota DPR, DPD (Dewan Perwakilan Daerah), dan DPRD telah menuntaskan demokratisasi di bidang lembaga-lembaga politik di Indonesia. Dapat dikatakan bahwa demokratisasi telah berhasil membentuk pemerintah Indonesia yang demokratis karena nilai-nilai demokrasi yang penting telah diterapkan melalui pelaksanaan peraturan perundangan mulai dari UUD 1945. Memang benar bahwa demokratisasi adalah proses tanpa akhir karena demokrasi adalah sebuah kondisi yang tidak pernah terwujud secara tuntas. Namun dengan adanya perubahan-perubahan tadi, demokrasi di Indonesia telah mempunyai dasar yang kuat untuk berkembang.
            Jika kita melihat model-model penerapan demokrasi yang terjadi pada masa Orde Baru dan pasca reformasi, memang terdapat perbedaan yang sangat signifikan. Signifikansi tersebut terletak pada sebuah substansi dimana pada masa pasca reformasi demokrasi benar-benar ditanamkan pada berbagai bidang pemerintahan dan birokrasi dibandingkan dengan penerapannya pada masa Orde Baru. Tetapi, kita harus menyadari bahwa sebenarnya demokratisasi hanyalah menyentuh substansi-substansi yang bersifat lebih cenderung pada objek formal pemerintahan, birokrasi, dan kenegaraan. Rakyat memang menjadi lebih terdidik masalah politik, hukum, dan kenegaraan serta menjadi lebih memiliki kebebasan hak dalam menyalurkan aspirasi, kepentingannya, serta turut berpartisipasi aktif dalam kegiatan politik dan sipil.
            Dari pemaparan mengenai demokrasi dan demokratisasi di atas kita dapat melihat bahwa pada dasarnya demokrasi dan demokratisasi tidak membawa kesejahteraan secara langsung dan signifikan bagi rakyat. Kesejahteraan bagi rakyat dalam hal ini lebih dilihat dari faktor ekonomi, pendidikan, kesehatan, keamanan, teknologi, ekologi, dan infrastruktur. Faktor ekonomi merupakan faktor yang paling fundamental dalam kesejahteraan sosial. Setiap orang membutuhkan uang untuk makan dan memenuhi kebutuhan hidup. Rakyat masih belum mendapatkan pendidikan yang layak dan merata. Justru kenyataan menunjukkan bahwa pendidikan hanya bisa diraih dengan biaya yang tinggi, dan ini kembali ke faktor ekonomi. Aspek keamanan juga masih dipertanyakan hingga saat ini. Demokrasi tidak pernah menyentuh aspek keamanan negara. Dan jika memang aspek kebijakan mengenai keamanan telah dibuat, pada realitanya sangat sulit mewujudkan keamanan yang sebenarnya bagi rakyat. Untuk segi teknologi dan infrastruktur sangat terlihat jelas terjadi ketimpangan sosial dan ketidakmerataan dalam segi pemanfaatannya. Teknologi hanya bisa dinikmati oleh segelintir rakyat yang memiliki kemampuan ekonomi kuat. Smentara itu, infrastruktur yang dibangun pemerintah juga kurang bisa dinikmati oleh berbagai kalangan pada berbagai kelas sosial. Singkat kata, demokrasi yang berlangsung hanya mempengaruhi kebijakan ekonomi dan lain sebagainya yang secara nyata hanya berdampak pada kalangan tertentu saja. Di pihak lain, demokrasi sendiri hanya menyentuh sendi-sendi seperti partisipasi, kebebasan pers, Hak Asasi Manusia (HAM), Supremasi hukum, dan Pemilu. Demokrasi sendiri tidak pernah menyentuh secara langsung terhadap faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial masyarakat. Jikapun menyentuh, demokrasi hanya menyentuh aspek kebijaksanaan pemerintahannya saja. Semisal kebijakan tentang ekonomi, kebijakan pendidikan, kebijakan keamanan, dan lain-lain. Disisi lain, kebijakan ini hanya sampai pada kalangan tertentu saja dan kurang dalam hal pemerataan. Kebijakan yang dipicu oleh pendemokrasian ini seolah-olah hanya berpengaruh pada sebagian kalangan saja. Sehingga mayoritas kalangan lainnya tak pernah tersentuh secara langsung dari kebijakan ini. Inilah yang kita sebut bahwa demokratisasi benar-benar tak banyak berpengaruh terhadap kesejahteraan sosial masyarakat.
            Dilihat dari segi realitas yang ada (kenyataan yang sesungguhnya), berdasarkan data yang ada kita dapat melihat potret kesejahteraan sosial di Indonesia saat ini. Indonesia saat ini memiliki pendapatan per kapita per tahun sebesar US$ 3,609 dan tingkat melek huruf sebesar 90,4%; serta tingkat harapan hidup 67,2 tahun dari total penduduk negeri ini. Dengan utang luar negeri sebesar US$ 176,5 milyar atau US$ 821 per kapita menunjukkan bahwa setiap orang punya utang sekitar Rp 8 juta. Jumlah orang miskin di Indonesia pada tahun 2006 mencapai sekitar 39,05 juta jiwa atau sekitar 18% dari total penduduk Indonesia. Jumlah ini melampaui keseluruhan jumlah penduduk Selandia Baru (4 juta), Australia (12 juta), dan Malaysia (14 juta). Meski kadang tumpang tindih, potret buram kesejahteraan sosial ini akan lebih kelam lagi jika dimasukkan para Pemerlu Pelayanan Kesejahteraan Sosial (PPKS) atau yang oleh Depsos diberi label Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) yang di dalamnya berbaris jutaan gelandangan, pengemis, Wanita Tuna Susila, Orang Dengan Kecacatan, Orang Dengan HIV/AIDS (ODHA), Komunitas Adat Terpencil (KAT), anak jalanan, pekerja anak, jompo terlantar, dan seterusnya.
           Buramnya kesejahteraan sosial di Indonesia juga dipertegas oleh rendahnya Human Development Index (HDI) atau Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia dibandingkan dengan negara-negara tetangganya di kawasan ASEAN. Peringkat IPM Indonesia tahun 2006 yang berada di urutan 108 dari 177 negara menunjukkan bahwa standar hidup orang Indonesia masih rendah. Selain semakin jauh tertinggal oleh Singapura (peringkat 25), Brunei Darussalam (33), Malaysia (61), Thailand (74), dan Filipina (84), peringkat Indonesia juga semakin terkejar oleh Vietnam (109), Kamboja (129), Myanmar (130), dan Laos (133) (UNDP, 2006). Realita yang ada berdasarkan data statistik di atas menunjukkan bahwa dalam kenyataannya demokratisasi yang sedang dan sudah berjalan pada dasarnya tidak membawa kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan bahwa jika memang terdapat pengaruh nyata antara demokratisasi dan kesejahteraan, seharusnya ada hasil nyata yang ditunjukkan. Tetapi data yang ada justru menunjukkan hal yang sebaliknya.
            Kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah bahwa demokratisasi yang berlangsung pasca orde baru tidak membawa kesejahteraan bagi rakyat Indonesia. Hal ini disebabkan karena sendi-sendi kesejahteraan rakyat Indonesia tidak tersentuh secara langsung dan signifikan oleh proses pendemokrasian. Melihat dari segi realitas yang terjadi benar-benar menunjukkan bahwa demokrasi tak membawa kesejahteraan bagi rakyat. Pengaruh demokrasi hanya menyentuh segi-segi birokrasi seperti partisipasi amsyarakat, kebebasan pers, Hak Asasi Manusia (HAM), supremasi hukum, serta pemilihan umum yang tak menjadi faktor fundamental penentu kesejahteraan sosial masyarakat. Hal ini menunjukkan adanya ketidak pengaruhan secara langsung demokrasi dan demokratisasi dalam kesejahteraan rakyat. Singkatnya, demokratisasi yang berlangsung pasca reformasi tidak membawa perubahan besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-Dasar Ilmu Politik. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Cholisin et al. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Yogyakarta : Yogyakarta.
Haris, Syamsuddin. 2009. Menimbang Satu Dekade Demokratisasi Di Indonesia Pasca-Soeharto. Jurnal Politika Vol. 5 No. 1 Tahun 2009.
Perwita, Anak Agung Banyu. 2005. Reformasi Sektor Keamanan Demi Demokrasi Penanganan Terorisme Di Indonesia. Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Volume 9, Nomor 1, Juli 2005.
Silaen, Victor. 2008. Demokratisasi Di Indonesia : Tantangan Di Tengah Kemiskinan Dan Ketidakadilan. Jurnal Politika Vol. 4 No. 1 Tahun 2008.
Su’adah et al. 2007. Beberapa Pemikiran Tentang Pembangunan Kesejahteraan Sosial. Universitas Muhammadiyah Malang Press : Malang.
Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. PT Gramedia Widiasarana Indonesia : Jakarta.
Syafiie, Inu Kencana. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintahan. PT Refika Aditama : Bandung.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar